BERHENTILAH BAHAGIA

BERHENTILAH BAHAGIA

Oleh : Ustadz Wawan

Saya , pernah memberi sebuah nasehat aneh kepada salah satu teman saya , " berhentilah bahagia " . Padahal , dia baru saja menjadi pengantin baru . Dus , perjalanan yang ditempuhnya menuju pelaminan sungguh terjal , berliku dan berlimpah tangis . Dengan seenaknya , saya memintanya untuk berhenti bahagia . Sesegera mungkin .
Bahagia itu , hasil akhir dari perjuangannya selama ini . Saya tahu , betapa ia bekerja keras demi mengumpulkan modal duit untuk menikah . Saya tahu , betapa dia sukses menahan nafsu . Walau sebenarnya banyak kesemptan baginya untuk bermaksiat dengan pujaannya . Dengan memperpendek masa menikmati bahagia , berarti dia harus memulai perjuangan dari keprihatinan lagi . Tidak ada pilihan untuk berleha ~ leha. Tidak ada pilihan untuk bersantai . Sekarang juga , kembali ke jalur lama : PRIHATIN . Turnaround ! .

Dan beberapa minggu kemudian , terjadilah sebuah anomali . Di tengah kesuksesannya bisa menikah , dagangannya sepi , nafkah materi kepada isterinya terbatas dan isterinya mulai menampakkan tabiat buruknya . Inilah hikmah " berhenti bahagia " . Tidak ada bahagia abadi , walau untuk sebuah kebahagiaan dibutuhkan mendaki dan merintih . Sekali lagi , segerakan berprihatin lagi .
Dengan cara : ngaji tiada putus sebagaimana sebelum merengkuh bahagia . Sabar tiada henti . Syukur tiada tara . Pasrah Allah tiada jera , ikhlas tiada jemu , sedekah tiada pelit , dst . Inilah tangga ~ tangga keprihatinan yang harus segera ditempuh .
Puncak kebahagiaan itu menyimpan bom waktu , terkadang . Saat menjelang UJIAN NASIONAL , banyak para siswa mendaki anak tangga keprihatinan . Dengan jalan rajin , shalat , gemar puasa sunah , hasrat mengaji , antusias berdzikir , semangat berdoa dan sedekah . Begitu puncaknya bahagia ( baca : lulus ) teraih , hilanglah keprihatinannya itu . Bahagia tiada henti , yang kemudian membuat ibadahnya menghilang satu demi satu . Shalat wajib sering bolong . Puasa sunah terasa memberatkan , dst . Itulah jeleknya memperlama durasi bahagia dan menunda keprihatinan . Alasan klise , buat apa prihatin , lha wong sudah lulus UN .
Puncak kebahagiaan , terkadang membuat seseorang menjadi terlena . Gairah ibadahnya menjadi surut setelah puncak kemenangan diraih . Minat ibadahnya turun selera . Keasyikan hati dengan rabbnya semakin menganga jaraknya . Makin jauh hatinya dari Tuhannya , masya Allah . Itulah sindrom lebaran . Karena sudah pol ~ polan ke masjid sebulan Ramadhan , maka setelah itu mulai longgar imannya . Mulai susah buat berdzikir , dst . Itulah jeleknya terlalu lama berbahagia di bulan Syawal .
Kemenangan , terkadang memabukkan . Lihatlah NOKIA , kemenangan dalam meraih hati pelanggan , membuatnya mabuk . NOKIA tidak bersegera putar haluan untuk prihatin . Namun , justru melanjutkan euforia pasarnya . Dan akhirnya , tumbang juga . Oleh Blackberry dan Android .
Berlama ~ lama merasa bahagia , memabukkan dan membahayakan . Berlama ~ lama merasa nyaman , membunuh kreatifitas . Karena merasa nyaman dan berpuas diri , maka tidak lagi mau berprihatin . Tidak mau lagi berproses . Tidak mau lagi berkeringat lebih deras . Terlalu lama berada di zona nyaman , membuat kelemahan kita mudah diendus musuh . Terlalu lama berbahagia , bisa mematikan gairah berkreatifitas .
Tak ada kenyamanan abadi . Tak ada kebahagiaan abadi . Tak ada kegembiraan abadi . Tak ada kemudahan abadi .
Kini , turnaround ! . Buang semua pujian dari ingatan . Lupakan semua kenangan indah dan kembalilah ke jalur lama : PRIHATIN .
Sam Waw . 
11062016

Previous
Next Post »